GURU SEKALIGUS MURID

Saat Hani (bukan nama sebenarnya) meninggal dunia setelah dua tahun menderita kanker, banyak sahabat mengomentari sikapnya yang tidak pernah mengeluh. Meskipun tahu kemungkinan sembuhnya kecil, ia tetap bersukacita dan bersemangat. Ia menguatkan suaminya dan kedua anak mereka yang masih kecil. Hani menjadi guru bagi suami dan kedua anaknya, sekaligus murid karena ia belajar dari penyakitnya.

“Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub?” Itulah pertanyaan Tuhan kepada Iblis. Tuhan sangat menghargai Ayub karena ia saleh dan jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan (ay. 8). Tuhan menerima tantangan Iblis dengan mengizinkannya mencobai Ayub (ay. 12). Ayub harus menanggung kesusahan yang parah secara beruntun. Ayub tidak mengerti penyebab penderitaannya, tetapi ia menyatakan kepercayaannya yang teguh kepada Allah, yang berhak mengizinkan kenyamanan, kesulitan, maupun kebaikan di dalam hidupnya. Ia tetap memuji Tuhan meski kondisinya tidak mudah (ay. 21).

Di dalam penderitaan, penting bagi kita merenungkan keinginan Tuhan, bukan keinginan kita. Jika keinginan kita bertentangan dengan kehendak Tuhan, dan Dia mengizinkan kita mengalami kesulitan dan penderitaan hidup, tetaplah percaya bahwa Tuhan selalu merencanakan yang terbaik. Dia tidak mungkin mencelakakan dan membinasakan kita. Jika kita meresponsnya dengan sikap yang positif, kita akan tetap bersukacita dan bertumbuh dalam pengenalan akan Dia. –RTG/Renungan Harian
——————————————————————
PENDERITAAN HIDUP DAPAT MENJADI AJANG PEMBELAJARAN
DAN PERTUMBUHAN KARAKTER.
——————————————————————

sumber

TANPA KECUALI

Ketika berusia 10 tahun, aku takut pada guru. Ketika usiaku beranjak 20, aku berpikir guru juga manusia biasa. Lalu di usiaku yang ke-30, aku mulai merenungkan artinya menjadi guru. Dan tatkala kucapai usiaku yang ke-40, aku menghargai semua guruku. Kini, 60 tahun sudah usiaku, dan semua orang adalah guruku. Itulah pengakuan rendah hati dari Jet Lee, artis seni bela-diri senior dan tersohor itu. Padi kian berisi kian merunduk.

Yesus adalah teladan kerendah-hatian terbesar. Suasana menjelang penyaliban-Nya memang tegang. Para murid berselisih tentang siapa yang terbesar (Mrk. 9:33-34). Yakobus dan Yohanes berharap kedudukan istimewa (Mat. 20:20-24). Yudas mengatur siasat pengkhianatan (Luk. 22:3-6). Masing-masing sibuk dengan diri, harapan, dan agendanya. Dalam sempitnya waktu karena saat kematian-Nya telah dekat (ay. 1), Yesus tidak mau melewatkan pesan utama ini, yaitu kerendah-hatian. Keluhuran jiwa yang satu ini bukan sekedar kesediaan belajar dari semua orang, melainkan kesediaan untuk menanggalkan kepentingan sendiri dan melayani semua orang- tanpa kecuali.

Kerendahan hati tercermin pada sikap kita, baik pasif maupun aktif, terhadap siapa saja. Kita mau belajar dari semua orang, entah yang baik maupun yang jahat. Kita pun bersedia melayani semua orang, entah sahabat ataukah pengkhianat. Di titik non-diskriminatif inilah teruji kerendahan hati yang sejati. Sukar memang, tapi itulah kehendak dan teladan Tuhan Yesus bagi kita.
sumber