Petrus dan Si Burung Pincang

Alkisah, hiduplah pada zaman dahulu seorang yang terkenal dengan kesalehannya, bernama Petrus. Ia mempunyai sahabat karib yang bernama Mikha.

Pada suatu hari, Petrus berangkat ke negeri orang untuk berdagang. Sebelum berangkat, tidak ketinggalan ia berpamitan kepada sahabatnya itu. Namun belum lama Petrus meninggalkan tempat itu, tiba-tiba ia datang lagi. Sahabatnya menjadi heran, mengapa ia pulang begitu cepat dari yang direncanakannya. Padahal negeri yang ditujunya sangat jauh lokasinya. Mikha langsung bertanya kepada Petrus, sahabatnya. “Wahai Petrus sahabatku, mengapa engkau pulang begitu cepat?”

“Dalam perjalanan”, jawab Petrus, “aku melihat suatu keanehan, sehingga aku memutuskan untuk segera membatalkan perjalanan”.

“Keanehan apa yang kamu maksud?” tanya Mikha penasaran.

“Ketika aku sedang beristirahat di sebuah bangunan yang telah rusak”, jawab Petrus menceritakan, “aku memperhatikan seekor burung yang pincang dan buta. Aku pun kemudian bertanya-tanya dalam hati. “Bagaimana burung ini bisa bertahan hidup, padahal ia berada di tempat yang jauh dari teman-temannya, matanya tidak bisa melihat, berjalan pun ia tak bisa”.

“Tidak lama kemudian”, lanjut Petrus, “ada seekor burung lain yang dengan susah payah menghampirinya sambil membawa makanan untuknya. Seharian penuh aku terus memperhatikan gerak-gerik burung itu. Ternyata ia tak pernah kekurangan makanan, karena ia berulangkali diberi makanan oleh temannya yang sehat”.

“Lantas apa hubungannya dengan kepulanganmu?” tanya Mikha yang belum mengerti maksud kepulangan sahabat karibnya itu dengan segera.

“Maka aku pun berkesimpulan”, jawab Petrus seraya bergumam, “bahwa Sang Pemberi Rizki telah memberi rizki yang cukup kepada seekor burung yang pincang lagi buta dan jauh dari teman-temannya. Kalau begitu, Tuhan Maha Pemberi, tentu akan pula mencukupkan rejeki sekali pun aku tidak bekerja”. Oleh karena itu, aku pun akhirnya memutuskan untuk segera pulang saat itu juga”.

Mendengar penuturan sahabatnya itu, Mikha berkata, “wahai Petrus sahabatku, mengapa engkau memiliki pemikiran serendah itu? Mengapa engkau rela mensejajarkan derajatmu dengan seekor burung pincang lagi buta itu? Mengapa kamu mengikhlaskan dirimu sendiri untuk hidup dari belas kasihan dan bantuan orang lain? Mengapa kamu tidak berpikiran sehat untuk mencoba perilaku burung yang satunya lagi? Ia bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan hidup sahabatnya yang memang tidak mampu bekerja? Apakah kamu tidak tahu, bahwa tangan di atas itu lebih mulia daripada tangan di bawah?”

Petrus pun langsung menyadari. Ia baru sadar bahwa dirinya salah dalam mengambil pelajaran dari kedua burung tersebut. Saat itu pulalah ia langsung bangkit dan mohon diri kepada. Lalu berangkatlah ia melanjutkan perjalanan dagangnya yang sempat tertunda.

bunga-bakung

BURUNG PIPIT
Burung pipit yang kecil, dikasihi Tuhan.
Terlebih diriku, dikasihi Tuhan..

 Bunga bakung di padang, diberi keindahan.

Terlebih diriku, dikasihi Tuhan..

 Burung yang besar, kecil, bunga indah warnanya,

satu tak terlupa, oleh Penciptanya..

Tinggalkan komentar